TEKNIK KONSELING DAN ANALISIS
PROBLEM SOLVING
TUGAS TORI KONSELING
DISUSUN OLEH :
Tika
Rahmawati Nurvitasari
20140220193
Agribisnis
D
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
TEORI-TEORI KONSELING
Teori dapat diartikan
sebagai prinsip-prinsip yang dapat diuji sehingga dapat dijadikan sebagai
kerangka untuk pelaksanaan penelitian; sejumlah proposisi yang terintegrasi
secara sintaktik (mengikuti aturan tertentu) dan digunakan untuk memprediksi
dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati, dan pada umumnya diartikan
sebagai suatu pernyataan prinsip-prinsip umum yang didukung oleh data untuk
menjelaskan suatu fenomena.[1][2]
Pendekatan Konseling (counceling
Aproach) disebut juga teori konseling, merupakan dasar bagi suatu praktek
konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika dapat dipahami berbagai
pendekatan atau teori-teori konseling, akan memudahkan dalam menentukan arah
proses konseling. Akan tetapi untuk kondisi Indonesia memilih satu pendekatan
/teori secara fanatic dan kaku adalah kurang bijaksana. Hal ini disebabkan satu
teori konseling biasanya dilatar belakangi oleh paham filsafat tertentu yang
mungkin saja tidak sesuai dengan filsafat di Indonesia.
Untuk mengatasi hal tersebut maka
pendekatan yang dilakukan dalam konseling bukanlah pendekatan atau teori
tunggal (single theory). Akan tetapi memilih bagian-bagian dari beberapa
pendekatan yang relevan, kemudian secara sintesis-analitik diterapkan kepada
kasus yang dihadapi. Pendekatan seperti itu dinamakan
Creative-Synthesis-Analytic (CSA). Allen E.Ivey (1980) menyebut pendekatan ini
dengan nama Electic Approach yaitu memilih secara selektif bagian-bagian teori
yang berbeda sesuai kebutuhan konselor.[2][3]
Adapun macam-macam teori bimbingan
konseling itu amatlah banyak, pemakalah memaparkan beberapa di antaranya:
1.
Teori Psikoanalisis (Freudian)
a. Pengertian Psychonalysis
Teraphy
Terapi Psikoanalisis
merupakan suatu metode penyembuhan yang lebih bersifat psikologis dengan
cara-cara fisik. Tokoh utama dan pendiri psikoanalisa ialah Sigmund Freud,
sebagai orang pertama yang mengemukakan konsep ketidaksadaran dalam
kepribadiaan. Konsep-konsep psikoanalisa banyak memberikan pengaruh terhadap
perkembangan konseling.[3][5] Ia mengemukakan
pandangannya bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari alam
ketidak sadaran. Sedangkan alam kesadarannya dapat di umpamakan puncak gunung
es yang muncul di tengah laut. Sebagian besar gunung es yang terbenam itu
diibaratkannya alam ketidak sadaran manusia.
Pendekatan psikoanalisis
menganggap bahwa tingkah laku abnormal di sebabkan oleh faktor-faktor
intropsikis (konflik tidak sadar, represi, mekanisme defensif) yang menggangu
penyesuaian diri. menurut Freud, esensi pribadi seseorang bukan terletak pada
apa yang ia tampilkan secara sadar, melainkan apa yang tersembunyi dalam
ketidaksadarannya. Freud beranggapan bahwa gangguan jiwa pada orang dewasa,
pada umumnya berasal dari pengalaman pada masa kanak-kanak. Dari
penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan psychonalysis teraphy
adalah teknik atau metode pengobatan yang dilakukan oleh terapis dengan
cara menggali permasalahan dan pengalaman yang direpresnya selama masa kecil
serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak disadarinya selama ini.
b. Konsep
Dasar Psychonalysis Teraphy
Pendekatan
psikoanalisis menganggap Energi psikis yang paling dasar disebut libido yang
bersumber dari dorongan seksual yang terarah kepada pencapaian kesenangan.
Selanjutnya Freud menyebutkan dua macam libido yaitu eros sebagai
dorongan untuk hidup dan thanatos sebagai dorongan untuk mati.[4][6]
Yang
dimaksud insting –insting hidup adalah
kumpulan libido yang mendorong manusia, seperti libido seksual dan libido lapar
dan haus. Energy libido tersebut dapat menguasai ego ( aku) sehingga dapat
bertindak amoral dan asocial dalam pemuasaannya.
Sedangkan yang dimaksud
insting mati yaitu keinginan manusia untuk menyiksa diri sendiri atau orang
laindan keinginan untuk mati (membunuh diri). Dapat pula di ekspresikan dengan
berkelahi dan tawuran.
2.
Teori Psikologi Individu ( Adlerian)
a. Konsep dasar
Psikologi
individu sering disebut terapi adlerian karena pencipta awalnya adalah Alfred
Adler, salah satu kolega freud yang awalnya termasuk lingkaran gerakan
psikoanalisis,namun keluar karena tidak menyetujui beberapa bagian teori
tersebut. Kerja dan riset Adler mempengaruhi banyak psikolog dan terafis besar
yang kemudian mengikuti jejaknya seperti Albert Ellis, victor Frankl, Rudolf
Dreikurs, Rollo Maydan wiliam Glaser.
Psikologi
individu melihat pribadi secara menyeluruh dan berfokus pada keunikannya.
Pandangan adler tentang manusia menawarkan sebuah focus alternative yang
positif dan menyegarkan bagi teori psikoanalisis Freud. Diinti teorinya
terdapat sebuah keyakinan kalau manusia memiliki dorongan bawaan untuk
mengatasi kelemahan yang disadarinya, untuk kemudian mengembangkan potensinya
sendiri menuju aktualisasi diri. Apalagi jika ditaruh di dalam lingkungan
positif, pertumbuhan tersebut pasti akan terjadi.
Kalau
begitu, apakah yang menahan seseorang untuk bergerak secara cepat dan mudah
menuju realisasi diri? Menurut Adler, jawabnya ialah perasaan inferior.
Seseorang biasanya mengalami perasaan tersebut lewat tiga sumber yaitu: (a)
ketergantungan biologis dan ketergantungan umumnya layaknya bayi;(b) gambar
diri yang dianggap kecil ketika dibandingkan dengan sesuatu yang agung, mulia
atau besar; dan (c) inferioritas organ tubuh ( bahasa awamnya lemah, minder,
dan cacat). Namun, dorongan dalam diri sendiri umumnya memampukan subjek,
mengkompensasikan perasaan-perasan ini untuk berjuang meraih superioritas dan kesempurnaan.
Teori
adlerian kadang disebut perspektif sosioteologis ketika membahas perjuangan
konstan individu menjcapai tujuan mereka. Adler juga menekankan pentingnya
pengembangan minat sosial klien untuk kemudian mendidik lembali mereka agar
mampu hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai pribadi yang sanggup memberikan
sesuatu bagi masyarakat, jadi bukan Cuma menerima dan menuntut.
Ketika
seseorang datang untuk menjalani terapi, diasumsikan ia tengah mengalami
ketidakkongruenan dan ketidaknyamanan di dalam : (a) kerja, (b) persahabatan,
atau (c) cinta. Proses konseling kemudian dilihat sebagai cara terapis dank
lien bekerja sama untuk membantu klien mengembangkan kesadaran, sikap dan
perilaku yang lebih sehat sehingga sanggup berfungsi lebih penuh di masyarakat.
Pengembangan minat social dianggap variable paling mencolok dari kesehatan
mental seseorang.
3.
Teori Person Centered (Rogerian)
a. Konsep teori Person
Centerd
Menurut
Rogers, konstruk inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri
dan konsep menjadi diri atau perwujudan diri. Dikatakan bahwa konsep diri atau
struktur diri dapat dipandang sebagai konfigurasi konsepsi yang
terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran. Teori
kepribadian Rogers yang disebut sebagai “the self theory” yaitu:
1)
Tiap individu berada di dalam dunia pengalaman yang terus menerus
berubah, dan dirinya menjadi pusat.
2)
Individu mereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan apa yang
dialami dan ditanggapinya.
3)
Individu memiliki satu kecendrungan atau dorongan utama yang
selalu diperjuangkannya, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan
memperluas pengalamannya.
4)
Individu mereaksi terhadap gejala kehidupan dengan cara
keseluruhan yang teratur.
5)
Tingkah laku atau tindakan itu pada dasarnya adalah suatu usaha
mahluk hidup yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan yang dialami dan dirasakan.
6)
Emosi yang menyertai tindakan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu, sesungguhnya merupakan suatu yang memperkuat usaha individu mencari
sesuatu ataupun memuaskan kebutuhannya untuk memelihara dan mengembangkan
dirinya.
7)
Cara yang terbaik untuk memahami tingkah laku seseorang ialah
dengan jalan memandang dari segi pandangan individu-individu itu sendiri.
4.
Behavior
Setiap
dari kita memiliki pola-pola perilaku unik, dan sebagian besar dari kita
bersikap dengan cara tertentu bahkan kenapa orang lain berperilaku tertentu.
Meskipun kita memiliki hanya bukti anekdot dan bukannya buku ilmiah, namun kita
dapat mengembangkan, seperti dilakukan banyak orang pada umumnya, teori
kepribadian kita sendiri mengenai perilaku.
Riset dan
publikasi penting pendekatan klasik dari teori ini dilakukan oleh watson, Thordike dan teoritis awal lainnya,
namun pada B.F. Skinner pendekatan behavioral dikembangkan. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan
tingkah laku. Dengan kata lain,belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami
siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru
sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.
Menurut
teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan
keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara
stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa
diamati.
Tujuan
Konseling
Tujuan
konseling behavioral adalah untuk membantu klien membuang respon-respon yang
lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih
sehat. Terapi ini berbeda dengan terapi lain, dan pendekatan ini ditandai:
a) Fokusnya pada perilaku yang tampak
dan spesifik.
b) Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan
treatmen (perlakuan).
c) Formulasi prosedur treatment khusus
sesuai dengan masalah khusus.
d) Penilaian objektif mengenai hasil
konseling
Proses
Konseling
a) Konselor harus memahami dan menerima
klien.
b) Keduanya harus bekerja sama, klien
harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi
untuk berubah.
c) Konselor memberikan bantuan dalam
arah yang diinginkan klien
5.
Rational Emotive Therapy
Banyak pendekatan terapis dan
konseling dilekatkan kepada seorang tokoh psikologi karena memang dia
penggagasnya, seperti contoh terapi clint-centered dilekatkan kepada nama Carsl
R. Roger. Hal yang sama terjadi pada terapi perilaku emotif rasional rasional /
REBT ( rational emotive behavior therapy) yang melekat kuat kepada nama Albert
Ellis, penggagasnya pada tahun 1962.
RET
menolak pandangan aliran pkisoanalisis berpandangan bahwa peristiwa dan
pengalaman individu menyebabkan terjadinya gangguan emosional. Menurut Ellis
bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternal
menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung kepada pengertian yang
diberikan terhadap peristiwa atau pengalaman itu.
Konsep dasar RET yang dikembangkan oleh
Alberts Ellis adalah sebagai berikut:
a. Pemikiran manusia adalah penyebab
dasar gangguan emosional. Reaksi emosional yang sehat maupun tidak, bersumber
dari pemikiran itu.
b. Manusia mempunyai potensi pemikiran
rasional dan irasional dan inteleknya manusia dapat terbebas dari gangguan
emosional.
c. Pemikiran irrasional bersumber pada
disposisi biologis lewat pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya.
d. Pemikiran dan emosi tak dapat
dipisahkan
e. Berpikir logis dan tidak logis
dilakukan dengan symbol-simbol bahasa.
f. Pada diri manusia sering terjadi
self-Verbalization. Yaitu mengatakan sesuatu terus menerus kepada dirinya.
g. Pemikiran tak logis –irrasional
dapat dikembalikan kepada pemikiran logis dan reorganisasi persepsi. Pemikiran
tak logis itu merusak dan merendahkan diri melalui emosionalnya. Ide-ide
irrasional bahkan dapat menimbulkan neurosis dan psikosis. Sebuah contoh ide
irrasional adalah” Seorang yang hidup hidup dalam masyarakat harus
mempersiapkan diri secara kompeten dan adekuat, agar ia dapat mencapai
kehidupan yang layak dan berguna bagi masyarakat”. Pemikiran lain adalah: “Sifat
jahat, kejam, dan kejam, dan lain-lain harus dipersalahkan dan dihukum”.
Tujuan Terapi
RET
bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir,
keyakinan serta pandangan klien yang irrasional menjadi rasional, sehingga ia
dapat mengembangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri yang optimal.
Menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri seperti : benci,
takut, rasa bersalah, cemas, was-was, marah ,sebagai akibat berpikir
irrasional, dan melatih serta mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup
secara rasional dan membangkitkan kepercayaan diri, nilai dan kemampian diri.
KESIMPULAN
Terdapat
banyak teori bimbingan konseling, pemakaian satu teori tidak lah suatu
keharusan tergantung kepada permasalahan yang di hadapi oleh klien. Masalah
yang sama juga bisa dipecahkan menggunakan teori pendekatan yang berbeda sesuai
dengan kondisi di lapangan yang bisa saja dipengaruhi oleh sosial budaya dari
klien tersebut. Contoh pada sekolah klien nya tentulah peserta didik. Sama –
sama memiliki gangguan belajar maka tetapi karena faktor penyebabnya beragam
maka penanganan dari konselingnya juga harus berbeda.
Teori
teori yang terkenal di dunia antara lain, teori Pskikoanalisis, teori
pskikologi individu, teori behavior, teori Client centered, teori Gestalt dan
lain sebagainya. Teori dapat dipadu padankan oleh seorang konselor. Hal itu
disebut CSA yaitu Creative-Syntesis-Analytic.
CSA mirip dengan Rational Approach yang mempunyai cirri-ciri:
1) Bersifat logic dan Intelektual dalam
proses konseling serta solusi terhadap masalah.
2) Pendekatan tersebut sederhana dalam
hakekatnya
3) Menggunakan teknik konseling yang
bervariasi.
4) Lain masalah lain pula teknik,
sesuai dengan pilihan konselor berdasarkan relevansinya dengan kasus.
DAFTAR
PUSTAKA
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196002011987031-SUNARDI/karya_tls-materi_ajar/TEORI_KONSELING
di akses tgl 11 April 2016 pukul .23 wib
M. Bahri Mustofa. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Surabaya:C.V. Media Nusantara, hal : 57.
Sofyan
S.Willis. 2007. Konseling Individual
teori dan Praktek. Bandung. Alfabeta. Hlm 55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar